UNTAIAN KATA YANG TAK PERNAH KUTULIS UNTUK TUHAN
Dimeja, secarik kertas kosong itu seperti juga sajadah. Direntangkan ke tepi malam, dimana dada memeram doa langsam meranum. Adalah cinta yang lama bersujud, meyakinkan segalanya akan terwujud.
Kopi dan rokok yang membebaskan kesendirian dari sepi, menyertai di setiap aku menulis. Slalu terisi penuh, melarutkan keluh panjang sebuah kalimat yang pekat tanya. Sampai nanti, pagi menjawab segala yang sebelumnya tak terpahami, dalam makna yang pajar.
Aku sudah menegguknya dilarik awal, ketika huruf – huruf mengoyak keheningan
tanpa merusak ketenangan. Perlahan- lahan, memastikan agar tidak tersedak saat membaca betapa munafiknya puisiku.
Kata – kata seperti hiruk dan hembusan nafas dari bibir yang mencoba mencari senyum, bila hanya tawa yang tertemu, akan kuretas kertas itu. Merobek ragu bahasa menjadi bagianbagian terpisah. Dan aku akan kembali merengkuh pena, bila ada alasan mengapa harus menulis.
Biarlah percaya menjaga untuk tetap jujur. Aku tak mau merasa asing di setiap untaian kata yang kubuat sendiri, sebab itu pula aku tak pernah membuat karya hanya karena aku mencintaiMu, Tuhan.
+Last Coccaine Dark Poetry+